Bank Grameen adalah sebuah organisasi kredit mikro yang dimulai di Bangladesh yang memberikan pinjaman kecil kepada orang yang kurang mampu tanpa membutuhkan collateral (jaminan). Sistem ini berdasarkan ide bahwa orang miskin memiliki kemampuan yang kurang digunakan (www.id.wikipedia.org).
Pendirian Grameen Bank diprakarsai oleh Muhammad Yunus seorang profesor bidang ekonomi dari Chittagong University pada tahun 1976, Beliau berpendapat bahwa kemiskinan sungguh merupakan persoalan struktural yang kompleks kemiskinan diciptakan oleh institusi dan kebijakan yang mengitarinya. Reformasi institusional dan kebijakan karena itu menjadi kemestian dalam upaya pengentasan kemiskinan.
” What good were all my complex theories when people were dying of starvation on the sidewalks and porches across from my lecture hall? … Nothing in the economic theorities I thaught reflected the life around me (Moeis: 2008). Dengan memegang prinsip tersebut, Muhammad Yunus memutuskan untuk menanggalkan semua pengetahuan/teori yang didapatnya di universitas guna mengenali kemiskinan yang ada disekitarnya dan mulai menganggap bahwa kaum miskin menjadi gurunya. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui penyebab kemiskinan secara nyata dari orang miskin, menggunakan kepekaan hati untuk memberikan solusi pengentasan kemiskinan
Pada awal pendirian, Grameen Bank meluncurkan pemberian kredit mikro kepada masyarakat miskin dimana pada saat ini pemberian kredit kepada masyarakat miskin dianggap sesuatu yang tidak mungkin karena dianggap orang miskin tidak mampu untuk membayar hutang. Pada akhirnya membuktikan bahwa pemberian kredit ke kaum miskin bukanlah suatu yang mustahil. Kredit ke kaum papa itu juga berperan memotong lingkaran kemiskinan, julukan bagi keadaan di mana kaum miskin tetap miskin karena dia miskin dan demikian terus berlaku secara turun- temurun tanpa menemukan jalan keluar. Komitmen Muhammad Yunus untuk memberikan kredit ini didasarkan pada satu pemahaman bahwa pemberian kredit mikro kepada masyarakat miskin merupakan hak asasi manusia (seri VCD Muhammad Yunus:2008).
Grameen Bank merancang kredit mikro berbasis kepercayaan bukan kontrak legal maupun jaminan . Konkretnya, peminjam diminta membuat kelompok yang terdiri dari lima orang dengan satu pemimpin. Pinjaman diberikan secara berurutan dengan catatan orang kedua baru bisa meminjam setelah pinjaman orang pertama dikembalikan. Selain itu, kelompok peminjam dituntut membuat berbagai agenda sosial yang bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya. Inisiatif berasal dari kelompok (buttom up planning) bukan didasarkan pada keinginan dari Grameen Bank. Masyarakat diberi kesempatan untuk berkembang, dihargai untuk menjadi dirinya sendiri, mengetahui apa yang menjadi kebutuhannya dan belajar serta berupaya memenuhi kebutuhannya. secara mandiri.
Selain itu pembentukan kelompok diperkuat , pemilihan pemimpin kelompok dan pengurus melalui memilihan yang demokratis, mendorong diskusi yang intensif untuk mengambil keputusan yang berhubungan dengan lingkungan, pendidikan anak dan teknologi. Dalam hal ini pihak Grameen Bank hanya sebagai fasilitator dan meminjamkan kredit. Model pemberdayaan ini bukan sekadar berfokus kepada kemiskinan finansial, tetapi juga sosial. Ia dirancang guna mendorong rasa tanggung jawab dan solidaritas terhadap sesama peminjam dalam satu komunitas. Hal ini dibangun karena diyakini bahwa kemiskinan bukan semata disebabkan oleh kekurangan modal finansial, tetapi juga sosial.
Disinilah Grameen Bank mampu membangun social capital pada masyarakat miskin di Bangladesh dan memberdayakannya sehingga mampu untuk bergerak keluar dari garis kemiskinan yang selama ini menyelimutinya. Program Grameen Bank sudah membuktikan dirinya dalam mengentaskan kemiskinan di Banglades. Bahkan, riset yang dilakukan Shahid Khondkar (2003) menunjukkan sesuatu yang menarik. Ia menemukan mikro kredit tidak hanya memengaruhi kesejahteraan peserta program, tetapi juga agregat kesejahteraan di tingkat desa. Riset juga menunjukkan bagaimana modal sosial yang diciptakan program ini terbukti amat berpengaruh saat bencana. Ini terlihat, misalnya, setelah bencana banjir di Banglades, tahun 1998. Tanpa menunggu bantuan pemerintah, warga segera mengorganisasi diri dan memanfaatkan dana yang ada untuk keperluan rehabilitasi. Kultur yang sama, sayang, tidak tampak pada masyarakat pedesaan di Indonesia. (Kompas,19/05/2005).
Di Banglades sendiri program ini telah mendorong lebih dari separo anggota Grameen Bank telah keluar dari garis kemiskinan. Ini adalah hasil evaluasi berdasarkan berbagai indikator, seperti besar pinjaman, jumlah tabungan, kondisi perumahan, pakaian dan pendidikan anak. Sasaran program ini pun tak terbatas ruang-waktu. Demi membebaskan generasi berikut dari kemiskinan, Grameen Bank mendorong anak-anak peminjam untuk bersekolah sampai universitas. Berbagai insentif dipersiapkan mulai dari beasiswa dan penghargaan pada kelompok peminjam. Penghargaan, misalnya, diberikan pada kelompok peminjam yang anak-anaknya semua bersekolah dan minimal lulus sekolah dasar.
Demi keberlanjutan antargenerasi, Grameen Bank memfokuskan pinjaman pada perempuan. Ada dua misi mengapa mengutamakan perempuan. Pertama, pemberdayaan perempuan dengan meningkatkan posisi tawar mereka, baik di ruang privat maupun publik. Kedua, peningkatan kualitas hidup anak. Riset membuktikan, peningkatan ekonomi perempuan berbanding lurus dengan tingkat pendidikan dan kesehatan anak. Pemberdayaan ekonomi perempuan, misalnya, berhubungan langsung dengan turunnya angka kematian bayi dan malnutrisi. Ini turut memastikan, generasi berikut tetap bertahan di atas angka kemiskinan.
Saat ini, Grameen Bank telah mampu memberikan total pinjaman mencapai US$ 6,55 Milyar. Dari Jumlah ini US $ 5,87 Milyar telah dikembalikan. Selain itu, Grameen Bank mempunyai 2.468 cabang dengan 24.703 staf yang melayani 7,34 juta peminjam dalam 80.257 desa. Sebagian besar peminjam 97 % adalah wanita dengan tingkat pengembalian diatas 98%. Ini adalah tingkat pengembalian yang lebih tinggi disbanding sistem perbankan lain manapun. Saham Grameen Bank 94% milik nasabah dan 6 % oleh pemerintah. Konsep Grameen Bank kini diterapkan lebih dari 100 negara lain didunia termasuk Amerika Serikat, Kanada, Perancis, Belanda, India, Malaysia, Pakistan, Meksiko, Norwegia dan sejumlah negara di Afrika. (seri VCD Muhammad Yunus: 2008).
Faktor keberhasilan Grameen Bank dalam mengentaskan kemiskinan di masyarakat Bangladesh dikarenakan karakter kredit mikro yang diberikan Grameen Bank berpihak kepada kaum miskin dan mendorong pemberdayaan serta social capital masyarakat miskin yang tergabung dalam kelompok seperti 1) fokus pada orang yang termiskin diantara yang miskin, 2) diprioritaskan pada wanita miskin, 3) kredit berdasarkan kepercayaan bukan berdasarkan penjaminan, kontrak legal , prosedur dan sistem, 4 ) Kredit diupayakan untuk menciptakan lapangan kerja sendiri dirumah tangga miskin dan bukan untuk konsumsi 5) menyediakan layanan untuk orang miskin (bank proaktif mendatangi orang miskin) 6) untuk memperoleh pinjaman , satu peminjam harus bergabung dengan kelompok peminjam 7) peminjaman baru dapat tersedia baji satu pminjam jika seorang peminjam yang lain telah mengembalikan pinjaman sebelumnya 8) Semua pinjaman diharapkan dapat dibayar/diangsur dalam mingguan atau dua mingguan 9) Peminjam dapat meminjam lebih dari satu kali 10) ada dua model simpanan bagi anggota yakni simpanan wajib dan sukarela 11) Suku bunga pinjaman dijaga dekat dengan suku bunga pasar tanpa mengorbankan tujuan langsung untuk mengentaskan kemiskinan 12) Memberi prioritas yang tinggi untuk membangun social capital seperti pembentukan kelompok diperkuat , pemilihan pemimpin kelompok dan pengurus melalui memilihan yang demokratis, mendorong diskusi yang intensif untuk mengambil keputusan yang berhubungan dengan lingkungan, pendidikan anak dan teknologi. (Yulaswati: 2008)
Pembelajaran dari Greemen Bank.
Melihat keberhasilan Grameen Bank untuk mengentaskan kemiskinan di Bangladesh dan saat ini telah menjadi replika pengentasan kemiskinan lebih dari 100 negara , yang diawali membangun usahanya dari nol sehingga mencapai kesuksesan “from Zero to Hero” perlu menjadi satu pembelajar yang patut di contoh dan diaplikasikan dalam program pengentasan kemiskinan di masyarakat.
Belajar dari Grameen Bank, ada beberapa catatan yang dapat dijadikan pembelajaran dalam proses pengentasan dan pemberdayaan masyarakat miskin sebagai berikut :
1)Dalam pemberdayaan masyarakat miskin , hal yang perlu dilakukan adalah menjadikan mereka sebagai subyek garap bukan obyek garap. Warga miskin diajak untuk merumuskan permasalahan yang dihadapi dan difasilitasi untuk memecahkan permasalahannya tanpa harus memberikan paket – paket program yang sudah jadi. Biarkan masyarakat miskin menemukan dan menjalankan program yang sesuai dengan kebutuhan dan pilihannya sendiri
2)Kemiskinan tidaklah sekedar miskin finansial akan tetapi dapat terjadi karena miskin sosial, ketiadaan akses, adanya budaya kemiskinan. Untuk itu perlu mengembangkan sosial capital pada kelompok masyarakat miskin melalui pengembangan kapasitas pada masyarakat miskin.
3)Perlu membongkar mindset yang beranggapan bahwa masyarakat miskin selamanya bodoh, terbelakang , tidak bisa dipercaya dan tidak bisa diajak maju. Namun jika diberi kesempatan, diberdayakan dengan benar dan diberi kepercayaan berkembang untuk menjadi dirinya sendiri maka mereka akan mampu mengembangkan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan pada akhirnya akan keluar dari garis kemiskinan yang selama ini membelenggu hidupnya. Bukankah Tuhan menciptakan segala sesuatu dimuka bumi ini pasti ada manfaatnya walaupun itu seekor nyamuk.
Pendirian Grameen Bank diprakarsai oleh Muhammad Yunus seorang profesor bidang ekonomi dari Chittagong University pada tahun 1976, Beliau berpendapat bahwa kemiskinan sungguh merupakan persoalan struktural yang kompleks kemiskinan diciptakan oleh institusi dan kebijakan yang mengitarinya. Reformasi institusional dan kebijakan karena itu menjadi kemestian dalam upaya pengentasan kemiskinan.
” What good were all my complex theories when people were dying of starvation on the sidewalks and porches across from my lecture hall? … Nothing in the economic theorities I thaught reflected the life around me (Moeis: 2008). Dengan memegang prinsip tersebut, Muhammad Yunus memutuskan untuk menanggalkan semua pengetahuan/teori yang didapatnya di universitas guna mengenali kemiskinan yang ada disekitarnya dan mulai menganggap bahwa kaum miskin menjadi gurunya. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui penyebab kemiskinan secara nyata dari orang miskin, menggunakan kepekaan hati untuk memberikan solusi pengentasan kemiskinan
Pada awal pendirian, Grameen Bank meluncurkan pemberian kredit mikro kepada masyarakat miskin dimana pada saat ini pemberian kredit kepada masyarakat miskin dianggap sesuatu yang tidak mungkin karena dianggap orang miskin tidak mampu untuk membayar hutang. Pada akhirnya membuktikan bahwa pemberian kredit ke kaum miskin bukanlah suatu yang mustahil. Kredit ke kaum papa itu juga berperan memotong lingkaran kemiskinan, julukan bagi keadaan di mana kaum miskin tetap miskin karena dia miskin dan demikian terus berlaku secara turun- temurun tanpa menemukan jalan keluar. Komitmen Muhammad Yunus untuk memberikan kredit ini didasarkan pada satu pemahaman bahwa pemberian kredit mikro kepada masyarakat miskin merupakan hak asasi manusia (seri VCD Muhammad Yunus:2008).
Grameen Bank merancang kredit mikro berbasis kepercayaan bukan kontrak legal maupun jaminan . Konkretnya, peminjam diminta membuat kelompok yang terdiri dari lima orang dengan satu pemimpin. Pinjaman diberikan secara berurutan dengan catatan orang kedua baru bisa meminjam setelah pinjaman orang pertama dikembalikan. Selain itu, kelompok peminjam dituntut membuat berbagai agenda sosial yang bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya. Inisiatif berasal dari kelompok (buttom up planning) bukan didasarkan pada keinginan dari Grameen Bank. Masyarakat diberi kesempatan untuk berkembang, dihargai untuk menjadi dirinya sendiri, mengetahui apa yang menjadi kebutuhannya dan belajar serta berupaya memenuhi kebutuhannya. secara mandiri.
Selain itu pembentukan kelompok diperkuat , pemilihan pemimpin kelompok dan pengurus melalui memilihan yang demokratis, mendorong diskusi yang intensif untuk mengambil keputusan yang berhubungan dengan lingkungan, pendidikan anak dan teknologi. Dalam hal ini pihak Grameen Bank hanya sebagai fasilitator dan meminjamkan kredit. Model pemberdayaan ini bukan sekadar berfokus kepada kemiskinan finansial, tetapi juga sosial. Ia dirancang guna mendorong rasa tanggung jawab dan solidaritas terhadap sesama peminjam dalam satu komunitas. Hal ini dibangun karena diyakini bahwa kemiskinan bukan semata disebabkan oleh kekurangan modal finansial, tetapi juga sosial.
Disinilah Grameen Bank mampu membangun social capital pada masyarakat miskin di Bangladesh dan memberdayakannya sehingga mampu untuk bergerak keluar dari garis kemiskinan yang selama ini menyelimutinya. Program Grameen Bank sudah membuktikan dirinya dalam mengentaskan kemiskinan di Banglades. Bahkan, riset yang dilakukan Shahid Khondkar (2003) menunjukkan sesuatu yang menarik. Ia menemukan mikro kredit tidak hanya memengaruhi kesejahteraan peserta program, tetapi juga agregat kesejahteraan di tingkat desa. Riset juga menunjukkan bagaimana modal sosial yang diciptakan program ini terbukti amat berpengaruh saat bencana. Ini terlihat, misalnya, setelah bencana banjir di Banglades, tahun 1998. Tanpa menunggu bantuan pemerintah, warga segera mengorganisasi diri dan memanfaatkan dana yang ada untuk keperluan rehabilitasi. Kultur yang sama, sayang, tidak tampak pada masyarakat pedesaan di Indonesia. (Kompas,19/05/2005).
Di Banglades sendiri program ini telah mendorong lebih dari separo anggota Grameen Bank telah keluar dari garis kemiskinan. Ini adalah hasil evaluasi berdasarkan berbagai indikator, seperti besar pinjaman, jumlah tabungan, kondisi perumahan, pakaian dan pendidikan anak. Sasaran program ini pun tak terbatas ruang-waktu. Demi membebaskan generasi berikut dari kemiskinan, Grameen Bank mendorong anak-anak peminjam untuk bersekolah sampai universitas. Berbagai insentif dipersiapkan mulai dari beasiswa dan penghargaan pada kelompok peminjam. Penghargaan, misalnya, diberikan pada kelompok peminjam yang anak-anaknya semua bersekolah dan minimal lulus sekolah dasar.
Demi keberlanjutan antargenerasi, Grameen Bank memfokuskan pinjaman pada perempuan. Ada dua misi mengapa mengutamakan perempuan. Pertama, pemberdayaan perempuan dengan meningkatkan posisi tawar mereka, baik di ruang privat maupun publik. Kedua, peningkatan kualitas hidup anak. Riset membuktikan, peningkatan ekonomi perempuan berbanding lurus dengan tingkat pendidikan dan kesehatan anak. Pemberdayaan ekonomi perempuan, misalnya, berhubungan langsung dengan turunnya angka kematian bayi dan malnutrisi. Ini turut memastikan, generasi berikut tetap bertahan di atas angka kemiskinan.
Saat ini, Grameen Bank telah mampu memberikan total pinjaman mencapai US$ 6,55 Milyar. Dari Jumlah ini US $ 5,87 Milyar telah dikembalikan. Selain itu, Grameen Bank mempunyai 2.468 cabang dengan 24.703 staf yang melayani 7,34 juta peminjam dalam 80.257 desa. Sebagian besar peminjam 97 % adalah wanita dengan tingkat pengembalian diatas 98%. Ini adalah tingkat pengembalian yang lebih tinggi disbanding sistem perbankan lain manapun. Saham Grameen Bank 94% milik nasabah dan 6 % oleh pemerintah. Konsep Grameen Bank kini diterapkan lebih dari 100 negara lain didunia termasuk Amerika Serikat, Kanada, Perancis, Belanda, India, Malaysia, Pakistan, Meksiko, Norwegia dan sejumlah negara di Afrika. (seri VCD Muhammad Yunus: 2008).
Faktor keberhasilan Grameen Bank dalam mengentaskan kemiskinan di masyarakat Bangladesh dikarenakan karakter kredit mikro yang diberikan Grameen Bank berpihak kepada kaum miskin dan mendorong pemberdayaan serta social capital masyarakat miskin yang tergabung dalam kelompok seperti 1) fokus pada orang yang termiskin diantara yang miskin, 2) diprioritaskan pada wanita miskin, 3) kredit berdasarkan kepercayaan bukan berdasarkan penjaminan, kontrak legal , prosedur dan sistem, 4 ) Kredit diupayakan untuk menciptakan lapangan kerja sendiri dirumah tangga miskin dan bukan untuk konsumsi 5) menyediakan layanan untuk orang miskin (bank proaktif mendatangi orang miskin) 6) untuk memperoleh pinjaman , satu peminjam harus bergabung dengan kelompok peminjam 7) peminjaman baru dapat tersedia baji satu pminjam jika seorang peminjam yang lain telah mengembalikan pinjaman sebelumnya 8) Semua pinjaman diharapkan dapat dibayar/diangsur dalam mingguan atau dua mingguan 9) Peminjam dapat meminjam lebih dari satu kali 10) ada dua model simpanan bagi anggota yakni simpanan wajib dan sukarela 11) Suku bunga pinjaman dijaga dekat dengan suku bunga pasar tanpa mengorbankan tujuan langsung untuk mengentaskan kemiskinan 12) Memberi prioritas yang tinggi untuk membangun social capital seperti pembentukan kelompok diperkuat , pemilihan pemimpin kelompok dan pengurus melalui memilihan yang demokratis, mendorong diskusi yang intensif untuk mengambil keputusan yang berhubungan dengan lingkungan, pendidikan anak dan teknologi. (Yulaswati: 2008)
Pembelajaran dari Greemen Bank.
Melihat keberhasilan Grameen Bank untuk mengentaskan kemiskinan di Bangladesh dan saat ini telah menjadi replika pengentasan kemiskinan lebih dari 100 negara , yang diawali membangun usahanya dari nol sehingga mencapai kesuksesan “from Zero to Hero” perlu menjadi satu pembelajar yang patut di contoh dan diaplikasikan dalam program pengentasan kemiskinan di masyarakat.
Belajar dari Grameen Bank, ada beberapa catatan yang dapat dijadikan pembelajaran dalam proses pengentasan dan pemberdayaan masyarakat miskin sebagai berikut :
1)Dalam pemberdayaan masyarakat miskin , hal yang perlu dilakukan adalah menjadikan mereka sebagai subyek garap bukan obyek garap. Warga miskin diajak untuk merumuskan permasalahan yang dihadapi dan difasilitasi untuk memecahkan permasalahannya tanpa harus memberikan paket – paket program yang sudah jadi. Biarkan masyarakat miskin menemukan dan menjalankan program yang sesuai dengan kebutuhan dan pilihannya sendiri
2)Kemiskinan tidaklah sekedar miskin finansial akan tetapi dapat terjadi karena miskin sosial, ketiadaan akses, adanya budaya kemiskinan. Untuk itu perlu mengembangkan sosial capital pada kelompok masyarakat miskin melalui pengembangan kapasitas pada masyarakat miskin.
3)Perlu membongkar mindset yang beranggapan bahwa masyarakat miskin selamanya bodoh, terbelakang , tidak bisa dipercaya dan tidak bisa diajak maju. Namun jika diberi kesempatan, diberdayakan dengan benar dan diberi kepercayaan berkembang untuk menjadi dirinya sendiri maka mereka akan mampu mengembangkan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan pada akhirnya akan keluar dari garis kemiskinan yang selama ini membelenggu hidupnya. Bukankah Tuhan menciptakan segala sesuatu dimuka bumi ini pasti ada manfaatnya walaupun itu seekor nyamuk.
Komentar
Posting Komentar