Langsung ke konten utama

MEMBANGUN PEREKONOMIAN INDONESIA DENGAN PENEGAKAN HUKUM (LAW ENFORCEMENT)

PENDAHULUAN
Peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan perekonomian Indonesia yang merupakan salah satu cita – cita gerakan reformasi yang diawali pada tahun 1997 belumlah memberikan hasil yang signifikan bahkan di sinyalir dari tahun ke tahun mengalami degradasi (penurunan) kualitas walaupun pemerintah menyatakan bahwa indikator makro ekonomi indonesia sudah berjalan kearah yang benar ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, inflasi yang dapat dikendalikan dan angka kemiskinan dapat diturunkan.
Dibandingkan dengan negara di asia tenggara yang juga mengalami krisis ekonomi di tahun 1997, Indonesia paling lambat untuk pulih dari krisis. Banyak kalangan yang menganalisis krisis ekonomi asia tenggara yang dimulai di Thailand tersebut menunjukkan bahwa fundamental ekonomi negara-negara di Asia Tenggara belum cukup kuat menahan gejolak eksternal. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada periode sebelumnya lebih banyak didorong oleh peningkatan akumulasi modal dan tenaga kerja, dan bukan oleh peningkatan produktivitas perekonomian secara berkelanjutan. Selain itu, krisis ekonomi juga menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi selama ini tidak disertai dengan peningkatan efisiensi kelembagaan ekonomi dan banyaknya praktik ekonomi biaya tinggi yang telah menurunkan kepercayaan pelaku baik dalam maupun luar negeri.
Selain itu, Lemahnya penegakan dan kepastian hukum danggap menjadi salah satu faktor mengapa perekonomian Indonesia tidak segera bangkit dari keterpurukan. Dibandingkan dengan negara Asia lain seperti Singapura, penegakan hukum di Indonesia sangat jauh tertinggal. Komitmen Singapura untuk transparansi dan kepastian hukum sangat tinggi baik dalam bentuk peraturan perundang-undangan (regulasi) maupun dalam praktek peradilan serta penyelenggaraan administrasi pemerintahan dan kenegaraan, Kondisi inilah yang membuat negera tersebut fundamental perekonomiannya kuat sehingga mampu bertahan dari dampak krisis moneter ditahun 1997.
Berpijak dari pengalaman negara lain di Asia dimana hukum mampu membuat fundamental perekonomiannya kuat dan tahan terhadap krisis, bagaimana dengan indonesia ? apakah Indonesia telah melakukan penegakan hukum dengan baik? Bagaimana formulasi penegakan hukum yang dapat mendorong pembangunan ekonomi di Indonesia?. Hal inilah yang menarik untuk didiskusikan dalam makalah ini.

KONDISI HUKUM DI INDONESIA
Pada pasal 1 ayat (3) UUD 1945, menyatakan bahwa , Indonesia adalah Negara berdasarkan atas Hukum, maka dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara dalam segala aspek haruslah berdasarkan hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Dalam Negara hukum, berarti :
(a)Negara, menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan dan penyelenggaraan kekuasaan Negara dalam segala bentuknya haruslah berdasarkan atas hukum.
(b)Hukum, merupakan batas dan pembatasan kekuasaan negara terhadap perseorangan. Negara tidak maha kuasa, tidak dapat bertindak sewenang-wenang, tetapi harus dibatasi oleh hukum. Sebaliknya, individu juga dibatasi penggunaan hak azasinya oleh hukum.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Indonesia di samping Negara hukum juga Negara yang berdaulat dengan tujuan memajukan kesejahteraan umum bagi rakyatnya sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Jadi tegasnya Indonesia adalah Negara hukum kesejahteraan yang berdaulat. Negara hukum kesejahteraan atau yang sering disebut Negara Kesejahteraan ( Welfare State ), adalah Negara dimana tidak hanya bertanggung jawab terhadap pemeliharaan ketertiban dan ketentraman masyarakat, akan tetapi juga bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat dan tidak satupun aspek kehidupan masyarakat yang lepas dari campur tangan Pemerintah. (Tri Hayati:2008)
Idealisme pasal 1 ayat (3) UUD 1945 diatas, pada kenyataannya tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Peran hukum sering ditinggalkan dalam membuat kebijakan terutama dalam kebijakan ekonomi. Sebagai contoh peranan ahli hukum selama pemerintahan Orde Baru lebih banyak sebagai pelengkap penderita, Jaksa Agung cukup lama dan secara bergantian dijabat oleh tentara. Menteri Kehakiman tentara, bahkan Ketua Mahkamah Agung juga pernah dijabat oleh tentara. Semua Departemen selalu ada bagian hukum, begitu juga pada hampir semua perusahaan swasta atau BUMN selalu ada bagian hukum, tetapi bagian hukum tampak muram dan tidak mampu mendukung kebutuhan departemen atau perusahaan dalam menangni masalah hukum. Sehingga sekali lagi bagian hukum itu hanya sebagai pemantas, para ahli hukum dikantor-kantor pemerintah atau perusahaan swasta tidak pernah mendapat posisi sebagai pihak yang memberikan pertimbangan akhir. Para ahli hukum di pemerintahan atau di lembaga swasta, sebagian besar hanya pelengkap, terutama dalam melakukan dokumentasi, tidak akan diminta sebagai pemberi pertimbangan akhir dalam pengambilan keputusan. Bahkan tidak jarang dalam praktik, para ahli hukum itu hanya bertugas menyusun kalimat dalam membuat perjanjian. Isi perjanjian sudah disetujui dan tidak melibatkan ahli hukum, atau dalam istilah yang biasa digunakan “masalah komersial” sudah selesai, yang belum selesai adalah perjanjian secara tertulis. (maqdir ismail : 2007).

tulisan lengkapnya silahkan unduh ya .... klik aja hukum ekonomi

Komentar

  1. Stempel negara miskin masih melekat di Indonesia. Setidaknya itulah yang dirasakan oleh sebagian besar warga negaranya. Masih banyak yang belum bisa menikmati kesejahteraan standar.Bisa kita lihat, ditengah ramainya lalulintas kendaraan dijalan, masih ada segolongan wajah-wajah menderita.
    masih banyak warganegara yang belum bisa menikmati perkembangan ekonomi negara ini. Smoga menjadi bahan evaluasi. Kedepan harus ada langkah konkret untuk mengentaskan kemiskinan secara berkesinambungan. Ada baiknya mengambil hikamah pepatah:" Berilah Ikan, maka dia hanya akan bisa makan hari ini, Berilah pancing dan ajarkan cara memancing, maka dia akan bisa makan hari ini dan seterusnya."

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

AKHIRNYA .....ME Juga !!

Alhamdulillah puji syukur kepada Allah atas segala karunianya, akhirnya saya bisa menyandang gelar Magister Ekonomi (ME) ... Yups akhirnya ME juga men.....!! Kuliah di Program Pasca Sarjana Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (MPKP FEUI) dengan dana beasiswa dari Bappenas membuat hidup lebih hidup. Sebenarnya prodi ini bukan pilihan saya karena background S1 adalah ilmu hukum, namun apa mau dikata bappenas sudah menempatkan di MPKP FEUI kalau tidak diambil eman-eman tenan coz dapet kesempatan beasiswa dari bappenas sulitnya minta ampun banyak yang sampai 5 kali mencoba keberuntungan tapi belum lolos... namun saya cukup sekali saja bisa lolos he...he.. apalagi kuliah di fakultas ekonomi UI yang katanya merupakan rujukan pemikiran ekonomi nasional ….maybe its my distiny. Ekspresi kebahagiaan karena udah lulus Kuliah di MPKP FEUI memang luar biasa, no time for loser lah !! disiplinnya minta ampun dan tidak ada toleransi nilai. Latar belaka

Waspada, Moral Hazard Kredit UMKM

Program penjaminan kredit bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan koperasi yang dicanangkan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) patut mendapat apresiasi positif mengingat kebijakan ekonomi pemerintah saat ini mulai memperhatikan dan mendorong pertumbuhan sektor riil dan UMKM. Skenario program ini, seperti yang dipaparkan Presiden SBY (SINDO, 6/11) pada tahun 2006 terdapat 48 juta unit UMKM dengan jumlah anggota keseluruhan mencapai 85 juta orang. Ditambah 140.000 koperasi dengan jumlah anggota sekitar 28 juta orang. Kalau tiap unit UMKM dan koperasi tersebut diberi kredit dan tumbuh makin baik, pendapatan orang per orang, pegawai dan anggota koperasi akan naik. Selain itu taraf hidup masyarakat akan meningkat sehingga pengangguran menjadi berkurang. Program mulia ini hendaknya mendapat pengawalan yang ketat dari setiap komponen bangsa agar menuai keberhasilan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia serta dapat menciptakan distribusi pendapatan y